Minggu, 07 Oktober 2012

laporan pendahuluan diabetes militus




LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A.    PENGERTIAN
Mansjoer (1999) menyatakan bahwa DM adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Sedangkan Tapan ( 2006 ) menjelaskan bahwa DM  adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kekurangan produksi insulin ( kuantitas / kualitas ) baik oleh keturunan atau didapat. Konsentrasi glukosa yang berlebih pada darah dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh.
Long ( 1996) menjelaskan bahwa DM merupakan penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler dan neurologis.
Price dan Wilson (1995) menambahkan bahwa DM merupakan gangguan metabolisme yang dimanifestasikan dengan hilangnya toleransi karbohidrat yang terjadi secara genetis maupun didapat.
Dari berbagai definisi diatas tentang DM diatas dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal ( dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel – sel yang memproduksi insulin.





B.     PENYEBAB
DM dapat disebabkan oleh banyak faktor. Noer ( 1996 ) menyebutkan bahwa ada 4 penyebab terjadinya DM, yaitu faktor keturunan, fungsi sel pankreas, dan sekresi insulin yang berkurang, kegemukan atau obesitas, perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin.
Faktor keturunan dapat menjadi penyebab yang mengambil peranan paling penting dalam terjadinya DM karena pola familial yang kuat ( keturunan ) mengakibatkan terjadinya kerusakan sel sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja insulin ( Long, 1996 ).
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat terjadi karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium dan fosfat ( Long, 1996 ).
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan meningkat pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa dan hiperglikemia ( Price dan Wilson, 1995 ).
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsur – angsur akan menurun bersamaan dengan berjalannya usia seseorang mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya pelepasan insulin dari sel – sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin ( Long, 1996 ).

C.     KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National Institutes of Health, sebagai berikut :
1.      Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset, karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2.      Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3.      Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin.
4.      Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ), dan thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 1996 ).

D.    ETIOLOGI
Etiologi pada DM telah dijabarkan oleh para ahli. , yaitu berkaitan dengan fungsi organ dan berbagai faktor resiko yang mendahului.
Mansjoer ( 1996 : 588 ) menyatakan bahwa Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ), atau DM yang tergantung pada insulin ( tipe I ) disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimmune. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau tipe II disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidakl mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya ( terjadi defisiensi relatif insulin).
Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya DM, diantaranya :
  1. Faktor genetik ( herediter )
Resiko terkena DM meningkat apabila ada anggota yang terkena atau menderita DM, yaitu kesesuaian pada kembar monozigote dan autosomonal dominan. Insulin Dependen Diabetes Melitus : <50 % dan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus : 90 – 100% ( Long, 1996 ).
  1. Faktor ras dan etnik tertentu
NIDDM biasanya dialami oleh non kulit putih, pada masyarakat Amerika angka kejadian NIDDM adalah 1:3, sedangkan pada populasi umum adalah 1:200 ( Long, 1996 )
  1. Faktor autoimmune
Sel – sel beta pankreas dihancurkan oleh proses autoimmune.
  1. Proses radang atau infeksi
Pada kasus pankreatitis akan terjadi hambatan sekresi insulin
  1. Faktor obesitas
Jumlah reseptor insulin menurun pada orang yang kegemukan        ( Long, 1996 ).
  1. Pada keadaan tertentu
Misalnya pada wanita dalam masa kehamilan atau karena efek dari obat – obatan tertentu ( Long, 1996 ).

E.     PATHOFISIOLOGI
Insulin dan glukagon diproduksi dalam pankreas, yang merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin yang lebih dari sejuta kumpulan pulau – pulau sel terletak menyebar dalam organ ini. Terdapat 3 jenis sel – sel endokrin, yaitu sel alpha yang memproduksi glukagon ; sel beta, yang mensekresi    insulin ; sel delta yang mensekresi gastrin dan somatostatin pankreas.
Mekanisme kerja insulin adalah hipoglikemik dan anabolitik. Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel – sel hati dan otot yang disebut proses glikogenesis. Proses ini mencegah terjadinya hiperglikemi. Jika terjadi kekurangan insulin maka menyebabkan perubahan metabolisme yang menyebabkan hiperglikemi, antara lain :
  1. Transpor gula yang melewati membran sel berkurang.
  2. Glukogenesis berkurang,dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
  3. Glikogenesis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati akan dicurahkan secara terus menerus.
  4. Glukoneogenesis meningkat sehingga glukosa dalam darah meningkat dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Ketosis menyebabkan asidosis dan terjadi koma. Hiperglikemia meningkatkan osmolaritas darah. Jika konsentrasi glukosa dalam darah meningkat dan melebihi ambang ginjal, maka pada penyaringan di glomerulus dan reabsorpsi glukosa pada tubulus pun berkurang sehingga terjadi glukosuria. Karena glukosa dalam larutan, maka pengeluaran urine pun banyak sebanding dengan pengeluaran glukosa. Hal ini dinamakan poliuri. Banyak garam mineral tubuh pun ikut keluar bersama urine sehingga menyebabkan kekurangan kadar garam dan terjadi penarikan cairan dari intraseluler dan ektraseluler dan merangsang rasa haus berkepanjangan ( polidipsi ), starvasi seluler dan kehilangan kalori akan merangsang rasa lapar yang berkepanjangan  ( polifagi ).

F.      MANIFESTASI KLINIK
1.      Gejala klasik pada DM adalah :
a.       Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk pada malam hari.
b.      Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.
c.       Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2.      Gejala lain yang dirasakan penderita
a.       Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b.      Keletihan.
c.       Penglihatan atau pandangan kabur.
d.      Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan  penurunan kesadaran.
3.      Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :
a.       Kehilangan berat badan.
b.      Luka, goresan lama sembuh.
c.       Kaki kesemutan, mati rasa.
d.      Infeksi kulit.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Mansjoer ( 1999 ) mengatakan bahwa pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan pada penderita DM untuk menegakkan diagnosa. Kelompok resiko DM, yaitu kelompok usia dewasa tua ( lebih dari 40 tahun ), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan bayi lebih dari 4000 gram, riwayat DM selama kehamilan, dan dislipidemia .
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan gula darah sewaktu kemudian dapat diikuti dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ). Untuk kelompok resiko yang haisl pemeriksaanya negatif, perlu pemeriksaan ulangan setiap tahunnya.
Pada pasien dengan DM di pemeriksaan laboratoriumnya akan didapatkan hasil gula darah puasa > 140 mg/dl pada dua kali pemeriksaan. Dan pada pemeriksaan gula darah post prandial > 200 mg/dl

H.    KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. ( Carpenito, 2001 )
1.      Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah ( Smeltzer, 2002 : 1258 )
1)      Diabetik Ketoasedosis ( DKA )
Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )
2)      Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3)      Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)
2.      Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu : (Long 1996) :
1)      Mikrovaskuler
a.       Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b.      Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c.       Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf ( Long, 1996 : 17)
2)      Makrovaskuler
a.       Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
b.      Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c.       Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah keotak menurun (Long, 1996 : 17)

I.       PENATALAKSANAAN
1.      Penatalaksanaan secara medis
a.       Obat Hipoglikemik oral
1)      Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.

Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah ;
·         Glibenklamida ( 5mg/tablet ).
·         Glibenklamida micronized ( 5 mg/tablet ).
·         Glikasida ( 80 mg/tablet ).
·         Glikuidon ( 30 mg/tablet ).
2)       Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan ( glukosa perifer ). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3)      Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b.      Insulin
1)      Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human Monocommponent Insulin ( 40 UI dan 100 UI/ml injeksi ), yang beredar adalah Actrapid.
Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2)       Jenis Insulin
·         Insulin kerja cepat
Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
·         Insulin kerja sedang
Jenis – jenisnya adalah NPH ( Netral Protamine Hagerdon )

·         Insulin kerja lambat
Jenis – jenisnya adalah PZI ( Protamine Zinc Insulin )
2.      Penatalaksanaan secara keperawatan
a.       Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya.
Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara :
·         Kurangi kalori.
·         Kurangi lemak.
·         Konsumsi karbohidrat komplek.
·         Hindari makanan yang manis.
·         Perbanyak konsumsi serat.
b.      Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.













DIAGNOSA KEPERAWATAN
            Diagnosa yang mungkin timbul pada pasien DM:
1.        Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuri dan dehidrasi
2.        Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktifitas jasmani
3.        Kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes
4.        Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik atau faktor-faktor sosial
5.        Ansietas berhubungan dengan hilang kandali, perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes, ketakutan terhadap komplikasi diabetes.

INTERVENSI
DP
Tujuan
Intervensi
Rasional
Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuri dan dehidrasi






Gangguan nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktifitas jasmani








Kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes
Defisit cairan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH dapat menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit




Nutrisi tercukupi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH
q  dapat mengendalikan kadar glukosa darah yang optimal
q  dapat meningkatkan kembali berat badan
q  dpt melakukan aktifitas perawatan mandiri


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH Dapat mengetahui tentang perawatan mandiri
¨      TTV untuk mendeteksi adanya tanda dehidrasi.
¨      Berikan asupan cairan peroral
¨      Berikan elktrolit dan cairan intravena menurut resep dokter

¨      berikan diit untuk pengendalian glukosa darah
¨      berikan makanan sesuai dengan resep dokter

¨      berikan macam-macam posisi tidur





¨      Berikan pendkes pada pasien dan keluarga

¨      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit






¨      Memperbaiki asupan nutrisi

¨      agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan makan
¨      agar tidak terjadi dekubitus jika lama berbaring




¨      Agar mengetahui perawatan mandiri diabetes




























DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth. (2002). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.

Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.

Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Sjaifoellah, N. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI


batu ginjal



LAPORAN PENDAHULUAN


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN BATU GINJAL


KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

 

Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:
1.      Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2.      Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3.      Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
1.      Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2.      Iklim dan temperatur
3.      Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.      Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5.      Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
1.      Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2.      Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3.      Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
           
Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
1.      Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2.      Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3.      Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4.      Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5.      Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.


Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)



 
















Gambaran Klinik dan Diagnosis

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1.      Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2.      Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3.      Aktivitas harian yang cukup
4.      Medikamentosa

Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1.      Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2.      Rendah oksalat
3.      Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4.      Rendah purin
5.      Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

 

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.         Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-             Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
-             Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
-             Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2.         Sirkulasi
Tanda:
-             Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
-             Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3.         Eliminasi
Gejala:
-             Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
-             Penrunan volume urine
-             Rasa terbakar, dorongan berkemih
-             Diare
Tanda:
-             Oliguria, hematuria, piouria
-             Perubahan pola berkemih

4.         Makanan dan cairan:
Gejala:
-             Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
-             Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
-             Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
-             Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
-             Muntah

5.         Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
-             Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
-             Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
-             Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6.         Keamanan:
Gejala:
-             Penggunaan alkohol
-             Demam/menggigil

7.         Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-             Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
-             Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
-             Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

 

1.                  Tes Diagnostik

Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
  2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
  3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.


INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.   Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.



2.   Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.


3.   Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4.   Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5.   Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6.   Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.



7.   Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
-       Analgetik



-       Antispasmodik


-       Kortikosteroid



8.   Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.
Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.



Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.


Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.



Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.


Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.   Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2.   Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.




3.   Dorong peningkatan asupan cairan.


4.   Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5.   Pantau hasil pemeriksaan laboratorium  (elektrolit, BUN, kreatinin)
6.   Berikan obat sesuai indikasi:
-       Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

-       Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

-       Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

-       Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

-       Antibiotika

-       Natrium bikarbonat




-       Asam askorbat

7.   Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
8.   Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9.   Siapkan klien dan bantu prosedur    endoskopi.
Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati  pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat


Menurnkan produksi asam urat.


Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Awasi asupan dan haluaran


2.   Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.



3.   Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.


4.   Awasi tanda vital.


5.   Timbang berat badan setiap hari.


6.   Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.

7.   Berikan cairan infus sesuai program terapi.

8.   Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.



9.   Berikan obat sesuai program terapi      (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).


Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.

Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.

Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.

Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)

Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL

1.   Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.


2.   Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
-       Diet rendah purin
-       Diet rendah kalsium
-       Diet rendah oksalat
-       Diet rendah kalsium/fosfat


3.   Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.



4.   Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)


5.   Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.


Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.

Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.






Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.

Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.

Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.




DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.